PORTAL MAJALENGKA – KH Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus Dur yang merupakan presiden keempat Negara Kesatuan Republik Indonesia, dikenal sebagai tokoh pluralisme.
Sebagai tokoh pluralisme, Gus Dur memiliki pandangan bahwa semua masyarakat tanpa memandang etnis, agama, dan politiknya sama di depan hukum.
Gus Dur berpendapat bahwa ini adalah esensi dari ajaran Islam yang tidak pernah melihat siapa dan dari mana dia. Pemikiran Gus Dur tidak hanya sebatas teori, karea mampu membuktikan saat menjabat sebagai presiden.
Baca Juga: Nama Asli Walisongo, dari Maulana Magribi Sampai Sunan Gunung Jati
Saat menjabat presiden, salah satu yang diperjuangkan Gus Dur adalah kaum Tionghoa. Sehingga wajar jika Gus Dur dikenal dengan bapak Tionghoa Indonesia.
Pembelaan tersebut dibuktikan dengan dicabutnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967, yang berisi tentang tata cara ibadah etnis Tionghoa.
Inpres tersebut menegaskan bahwa orang-orang Tionghoa yang ada di Indonesia harus menjalankan ritual ibadah secara internal, tidak boleh secara terang-terangan di depan umum.
Baca Juga: Resep Sambal Terasi Goreng, Tak Diragukan Lagi Nikmatnya
Perayaan hari raya bagi orang Tionghoa juga dilarang menampilkan hal yang mencolok di depan masyarakat umum.