Pendapat Imas dikuatkan oleh argumentasi PS Sulendraningrat bahwa wilayah Cirebon selama kepemimpinan Sunan Gunung Jati (1479-1539) dikenal sebagai daerah yang bersih dan hijau.
“Para pendatang, mengenal Cirebon sebagai kota yang tertata rapi, lingkungan yang bersih dan hijau dengan penduduknya yang relegius,” katanya.
Baca Juga: RAHASIA Kenapa Makam Sunan Gunung Jati Dikunci, 4 Ulama Besar Tidak Berani Masuk Termasuk Gus Dur
Namun, masuk abad ke-17, saat perusahaan maskapai Belanda Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) menguasai Sunda Kelapa pada 1619 dan seluruh jaringan pelayaran di Nusantara. Terjadilah perubahan yang mendasar di seluruh aspek kehidupan masyarakat pribumi.
Hingga akhirnya, VOC berhasil menguasai Kasultanan Cirebon melalui serangkaian perjanjian yang dibuat. Mulai dari perjanjian yang dibuat pada 23 Januari 1681, 4 Desember 1685, 8 Desember 1688 dan 4 Agustus 1699.
Sepeninggal Sunan Gunung Jati, pola hidup bersih tampaknya masih diterapkan oleh masyarakat yang hidup di lingkungan keraton dan pesantren.
Residen Cirebon kala itu, Hiljee mengungkapkan bahwa masyarakat pribumi Cirebon mayoritas beragama Islam yang taat dalam menjalankan kehidupan beragama dan punya kesadaran tentang pentingnya kebersihan.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa masyarakat pribumi yang hidup di lingkungan pesantren, telah mempraktikkan pola hidup bersih sebagai ajaran warisan kanjeng Sunan Gunung Jati.
Sehingga, pola hidup bersih yang diajarkan Sunan Gunung Jati sebagai faktor utama pencegahan penularan wabah penyakit kala itu.***