Prinsip Sunan Gunung Jati dalam Bidang Kesehatan saat Pimpin Kasultanan Cirebon

- 27 Januari 2022, 15:27 WIB
Keraton Kanoman, salah satu Kesultanan Cirebon jejak Sunan Gunung Jati yang masih berdiri kokoh. Sunan Gunung Jati menerapkan prinsip pola hidup bersih dan sehat saat memimpin Cirebon.
Keraton Kanoman, salah satu Kesultanan Cirebon jejak Sunan Gunung Jati yang masih berdiri kokoh. Sunan Gunung Jati menerapkan prinsip pola hidup bersih dan sehat saat memimpin Cirebon. /Tangkap layar Youtube.com/VICATION ID

PORTAL MAJALENGKA – Jauh sebelum kedatangan kolonialisme, masyarakat pribumi Cirebon dan sekitarnya telah mengenal dan mempraktikkan budaya hidup sehat, sesuai ajaran Sunan Gunung Jati.

Selama memimpin Kasultanan Cirebon, dalam buku berjudul Wabah Penyakit dan Penanganannya di Cirebon 1906-1940, menyebutkan bahwa Sunan Gunung Jati sangat berpegang teguh pada ajaran Islam.

Terlebih sebagai pemimpin wilayah Cirebon, Sunan Gunung Jati juga merupakan salah satu dari Wali Songo di Tanah Jawa yang menyebarkan dakwah Islam. Sehingga prinsip Islam, khususnya dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Baca Juga: Cirebon, Kota dengan Sejarah Lebih Panjang dari Jakarta yang Harus Segera Berbenah

“Yaitu menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan mencintai fakir miskin,” kata Imas Emalia, penulis buku tersebut.

Prinsip itu tertuang dalam sebuah prasasti di salah satu dinding Masjid Merah Sang Cipta Raya yang berbunyi “Ingsung Nitip Tajug lan Fakir Miskin”.

Imas menafsirkan prasasti tersebut sebagai sebuah pesan agar masyarakat berperilaku bersih dalam beribadah, adil dan mencintai fakir miskin.

Baca Juga: Rahasia di Balik Keramik-keramik Kompleks Makam Sunan Gunung Jati, Ada Cerita Cinta Putri Ong Tien Nio

“Oleh sebab itu, perilaku hidup bersih menjadi prinsip umat Islam di Kota Cirebon sebagai pengamalan ajaran agama,” ujar Imas dalam buku tersebut.

Pendapat Imas dikuatkan oleh argumentasi PS Sulendraningrat bahwa wilayah Cirebon selama kepemimpinan Sunan Gunung Jati (1479-1539) dikenal sebagai daerah yang bersih dan hijau.

“Para pendatang, mengenal Cirebon sebagai kota yang tertata rapi, lingkungan yang bersih dan hijau dengan penduduknya yang relegius,” katanya.

Baca Juga: RAHASIA Kenapa Makam Sunan Gunung Jati Dikunci, 4 Ulama Besar Tidak Berani Masuk Termasuk Gus Dur

Namun, masuk abad ke-17, saat perusahaan maskapai Belanda Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) menguasai Sunda Kelapa pada 1619 dan seluruh jaringan pelayaran di Nusantara. Terjadilah perubahan yang mendasar di seluruh aspek kehidupan masyarakat pribumi.

Hingga akhirnya, VOC berhasil menguasai Kasultanan Cirebon melalui serangkaian perjanjian yang dibuat. Mulai dari perjanjian yang dibuat pada 23 Januari 1681, 4 Desember 1685, 8 Desember 1688 dan 4 Agustus 1699.

Sepeninggal Sunan Gunung Jati, pola hidup bersih tampaknya masih diterapkan oleh masyarakat yang hidup di lingkungan keraton dan pesantren.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta RCTI 27 Januari 2022: Jessica Yakin Iqbal Pelaku Perkosaan, Berdasarkan Tanda Ini

Residen Cirebon kala itu, Hiljee mengungkapkan bahwa masyarakat pribumi Cirebon mayoritas beragama Islam yang taat dalam menjalankan kehidupan beragama dan punya kesadaran tentang pentingnya kebersihan.

Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa masyarakat pribumi yang hidup di lingkungan pesantren, telah mempraktikkan pola hidup bersih sebagai ajaran warisan kanjeng Sunan Gunung Jati.

Sehingga, pola hidup bersih yang diajarkan Sunan Gunung Jati sebagai faktor utama pencegahan penularan wabah penyakit kala itu.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Buku Wabah Penyakit dan Penanganannya di Cirebon


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah