Bagaimana Puasanya Ibu Hamil dan Menyusui saat Ramadhan? Simak Penjelasan Berikut

6 April 2022, 03:04 WIB
Bagaimana Puasanya Ibu Hamil dan Menyusui saat Ramadhan? Simak Penjelasan Berikut /

PORTAL MAJALENGKA - Puasa di bulan Ramadhan memang sebuah kewajiban bagi umat muslim yang sudah baligh dan mampu menjalankannya.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim.

Meski demikian, islam membolehkan umat muslim tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadhan jika memang itu memenuhi syarat. Misalnya sedang dalam perjalanan, atau orang yang sedang sakit.

Baca Juga: Begini Adab Tadarus Alquran pada Bulan Ramadhan Menurut Buya Yahya

Islam melonggarkan umat muslim yang memang berhalangan untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Namun dengan catatan menggantinya atau mengqadho puasanya di bulan lain.

Lantas apakah boleh ibu menyusui atau hamil untuk tidak berpuasa? Berikut penjelasannya.

Ulama sekelas Ibnu Katsir mengatakan, perempuan Hamil dan Menyusui sama saja dimategorikan sebagai orang yang tidak mampu menjalankan puasa. Jadi ia berdua diberi pilihan antara puasa dan tidak.

Baca Juga: Tidur Seharian Ketika Puasa Ramadhan Bernilai Ibadah? Begini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Ibu menyusui atau sedang hamil apakah harus menganti puasa atau cukup bayar fidyah?

Setidaknya ada 4 pendapat ulama dalam kasus ini, yaitu bahwa perempuan yang sedang Hamil dan Menyusui:

1. Boleh tidak puasa, tetapi wajib qada’ (mengganti) dan bayar fidyah.

2. Boleh tidak puasa dan cukup bayar fidyah, tidak usah qada’.

3. Boleh tidak puasa dan cukup qada’, tidak perlu bayar fidyah.

4. Boleh tidak puasa, dan tidak perlu qada’ dan tidak perlu bayar fidyah.

Baca Juga: Hukum Suntik Saat Berpuasa, Begini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Bahkan juga ada ulama yang membedakan antara jika ia tidak puasa karena menghawatirkan kesehatan dirinya, anaknya atau keduanya.

Dari empat pendapat ini mana yang perlu dipilih?

Berilah ruang perempuan untuk memilih. Pendapat mana dari ke 4 itu yang paling maslahah baginya. Maslahah versi siapa? Ya pasti kemaslahatan versi perempuan yang mengalami dan menjalani fungsi reproduksi.

Baca Juga: PROFIL dan Biodata Lengkap Thomas Verheydt yang Santer Dirumorkan Merapat ke Persib Bandung

Sementara, Quraish Shihab menjawan dengan tegas bahwa perempuan hamil boleh tidak berpuasa, baik karena khawatir atas dirinya maupun janinnya.

Akan tetapi, jika dokter mengkhawatirkan gangguan kesehatan atau kesehatan janinnya, dia tidak boleh berpuasa. Dokter lebih mengetahui dampak ibu berpuasa terhadap janin.

Menurut madzhab imam Abu Hanifah, kata Quraish Shihab, apabila yang hamil dan menyusukan tidak berpuasa maka dia wajib menggantinya di hari lain tanpa membayar fidyah.

Baca Juga: PEMBUNUHAN SUBANG, Keluarga Tagih Janji Kapolda: Jangan Beri Angin Surga!

Sedangkan dalam mazhab Syafi’i dan Hambali jika keduanya hanya mengkhawatirkan keadaan bayi atau janinnya saja maka yang hamil atau yang menyusukan harus menggantinya dengan tambahan membayar fidyah.

Mazhab Malik membolehkan tidak membayar fidyah bagi yang hamil dan hanya mewajibkan qadha dan fidyah bagi yang menyusukan.

Fidyah sendiri yakni memberi makan setiap hari tidak berpuasa kepada seorang miskin.

Sementara itu, Ali Mustafa Ya'qub memberikan penjelasan bahwa ibu menyusui boleh untuk tidak berpuasa. Hal itu karena di dalam Aquran ada petunjuk agar ibu-ibu menyusui bayinya selama 2 tahun penuh.

Baca Juga: INFO PERSIB BANDUNG: Rumor Kontrak Thomas Verheydt Pemain Ado Den Haag jika Ciro Alves Gagal Berlabuh

“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama 2 tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. al-Baqarah/2: 233)

Oleh karena itu, berdasarkan petunjuk ini, ibu boleh meninggalkan puasa, karena bila ibu berpuasa maka kemungkinan ASI ibu akan berkurang dan pada gilirannya perkembangan bayi ibu menjadi terganggu.

Apabila ibu menyusui kemudian tidak berpuasa karena pertimbangan kesempurnaan ASI untuk perkembangan bayi ibu, maka ibu pada saatnya nanti wajib mengqadha puasa yang ibu tinggalkan ditambah membayar kafarat, berupa 1 mud beras + lauknya untuk setiap hari yang ditinggalkan.

Baca Juga: Update Jadwal Lengkap Korea Open 2022, Besok The Daddies akan Bentrok dengan Ganda Tuan Rumah

1 mud sama dengan 6 ons atau dibulatkan menjadi 1 kg beras, diberikan kepada fakir miskin beserta uang lauknya setiap hari.

Apabila 1 kg beras + uang lauk pauk untuk setiap hari Rp.15.000,- maka apabila ibu tidak berpuasa selama 30 hari, ibu wajib mengqadha puasa selama 30 hari itu ditambah dengan membayar kafarat Rp. 450.000.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: cariustadz.id Buku Ramadhan bersama Ali Mustafa Ya’qub facebook imam nakhi

Tags

Terkini

Terpopuler