Kesenian Sampyong Majalengka, Pertunjukan yang Paling Mendirikan Bulu Roma Dipakai untuk Memilih Tentara

22 Agustus 2021, 08:45 WIB
Kesenian Sampyong /Sanggar Seni Panghegar

PORTAL MAJALENGKA - Kesenian Sampyong merupakan pertunjukan asal Majalengka yang paling mendirikan bulu roma dan pernah menjadi cara untuk memilih tentara.

Dua pemain berdiri berhadapan, masing-masing memegang rotan sepanjang sekitar 60 centi meter. Secara bergantian setiap pemain menyabetkan rotan ke bagian betis pemain lawan.

Di Majalengka setiap pemain Kesenian Sampyong boleh mengelakkan sabetan lawan dengan lompatan maupun geseran.

Baca Juga: Pemerintah Ajak Masyarakat Bantu Kawal Harga Tes PCR yang Baru

Namun ketika sabetan mengenai sasaran, seketika terdengar suara keras seperti letupan dan inilah yang mendirikan bulu roma.

Terkena sabetan lawan, dapat seketika menimbulkan bekas berupa balur. Namun dapat juga menimbulkan luka hingga berdarah.

Karena itu biasanya dalam Kesenian Sampyong saat sabetan rotan mengenai betis, para penonton meringis seperti ikut merasakan sakit. Penonton perempuan biasanya berteriak ngeri sambil menyembunyikan muka.

Baca Juga: Jadwal lengkap Vaksin Cek s.id/infovaksin, Platform Agregator Online Info Vaksinasi COVID-19

Seni Sampyong tidak asing bagi masyarakat Majalengka. Sebab kesenian yang juga dapat dikategorikan olahraga itu memang berasal dari Majalengka.

Harus diakui sangat sulit mengungkap asal-usul Kesenian Sampyong. Sumber-sumber tertulis tidak ditemukan untuk menjadi referensi tentang sejak kapan Sampyong muncul di tengah masyarakat Majalengka dan siapa penciptanya.

Sampyong dipraktekkan dengan cara menyabet-nyabetkan rotan ke betis pemain lain. Setelah seorang pemain menyelesaikan sabetan, giliran pemain yang disabet menghajar betis pemain yang lebih dahulu menyabet.

Baca Juga: Motif Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Bukan Perampokan, Polisi Punya Bukti Kuat Ini

Berdasarkan kemdikbud.go.id, pada awalnya jumlah sabetan tidak dibatasi. Bagian tubuh yang disabet pun dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.

Karena itu di masa awal perkembangannya, pemain Sampyong dilengkapi topi dari bahan bambu untuk menahan pukulan di area kepala.

Diperkirakan karena campur tangan VOC yang menganggap Sampyong menyeramkan, jumlah sabetan dibatasi hanya tiga kali. Jumlah itu bertahan hingga kini.

Baca Juga: Kedatangan Tahap ke-41, Bio Farma Pastikan Vaksin Segera Didistribusikan ke Seluruh Provinsi

Di zaman Kesultanan Cirebon, Sampyong dipergunakan kerajaan-kerajaan di Majalengka untuk menyeleksi calon prajurit.

Tentu saja calon prajurit yang mampu menahan rasa sakit setelah disabet lawan menggunakan rotan, dinyatakan lulus uji.

Kerajaan-kerajaan di Majalengka banyak merekrut tentara untuk menghadapi ancaman peperangan dengan Cirebon.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Minggu 22 Agustus 2021 untuk Aries Menemukan Pasangan, Taurus dan Gemini Sibuk Bekerja

Sejarah Majalengka banyak diwarnai peperangan antara nagari-nagari di wilayah yang kini Kabupaten Majalengka, dengan Kerajaan Cirebon.

Pada banyak pertempuran saat itu, prajurit Cirebon harus mengakui keunggulan tentara asal Majalengka.

Diduga, keunggulan militer nagari-nagari di Majalengka berkat cara pemilihan prajurit menggunakan Sampyong. Dengan cara itu muncul prajurit-prajurit perkasa yang tahan banting dan ulet.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 4,8 Guncang Wilayah Jailolo Halmahera Sabtu Malam 21 Agustus 2021

Meski kemudian dipergunakan untuk menyeleksi calon prajurit, sebenarnya Sampyong awalnya dimainkan oleh anak-anak gembala untuk mengisi waktu luang dan untuk menentukan pemimpin di antara mereka.

Di masa awalnya, Sampyong disebut Ujungan. Seiring perkembangan zaman, aturan-aturan Sampyong disederhanakan. Yakni seorang pemain hanya boleh memukul pemain lain sebanyak tiga kali.

Selain itu sasaran pukulan hanya sebatas betis dan pemain bermain berdasarkan kelas yang telah ditentukan disesuaikan usia pemain.

Baca Juga: Tersangka Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Bawa Kabur HP Korban, Polisi Bicara Motif Pembunuhan

Portal kemdikbud.go.id juga menyebutkan, saat Sampyong dimainkan di halaman kantor bupati, seorang pedagang asal China menjadi salah satu penonton.

Saat itu pula dia menyebut permainan adu pukul menggunakan rotan itu sebagai Sampyong.

Sampyong berasal dari dua kata, yakni 'sam' yang berarti tiga dan 'pyong' yang berarti pukulan.

Baca Juga: 5 Warga Filipina Ikuti Dievakuasi Pesawat TNI AU dari Afghanistan, Begini Penjelasan Menlu Retno

Saat ini kesenian Sampyong merupakan seni ketangkasan yang dilengkapi seni musik, tari, dan bela diri.

Sepanjang 1960 hingga 1990, Sampyong merembet keluar Majalengka. Kesenian ini juga berkembang di Indramayu dan Cirebon.

Sampyong biasanya terlihat pada acara adat, syukuran hasil panen, maupun hiburan acara perkawinan. Sejak sekitar tahun 1990 Sampyong mulai jarang terlihat.

Baca Juga: Segera Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Ditangkap, Polda Jabar Backup Turun Tangan

Keseniang Sampyong yang berkembang di Majalengka memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan Sampyong di daerah Indramayu dan Cirebon.

Sampyong di Majalengka menggunakan alat rotan yang lebih pendek, menggunakan gamelan pencak silat, dan lagu-lagu yang dilantunkan menggunakan bahasa Sunda.

Di Indramayu dan Cirebon lagu-lagu menggunakan bahasa Cirebon.

Baca Juga: Pesan Moeldoko Bagi Pengkritik Presiden: Jangan Sembarang Bicara Lewat Kalimat Maupun Gambar

Sampyong Majalengka hanya mengizinkan pukulan sebanyak tiga kali dan dilarang melebihi area betis.

Permainan dihentikan oleh wasit saat salah seorang pemain menyatakan kalah atau menyerah.

Saat ini Sampyong dicatat sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia di tahun 2010 dengan registrasi bernomor 2010000460.

Baca Juga: Penampakan Ledakan Margo City Depok, Gedung Rusak di Mana-mana

Masih banyak seni budaya asal Jawa Barat yang belum tercatat sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.***

 

Editor: Andra Adyatama

Sumber: kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler