Ikan Situ Sangiang Konon Jelmaan Prajurit-prajurit Kerajaan Talaga Manggung

- 7 September 2020, 10:58 WIB
Situ Sangiang
Situ Sangiang /Portal Majalengka/

PORTAL MAJALENGKA - Situ Sangiang menjadi salah satu destinasi wisata di Majalengka yang banyak dikunjungi sat liburan tiba.

Ada kisah mistis di balik Situ Sangiang yang asri dengan berbagai pepohonan di sekitarnya. Situ Sangiang ini erat sekali sejarahnya dengan legenda Prabu Talaga Manggung dan kedua anaknya.

Talaga Manggung ini sendiri merupakan kerajaan di Majalengka yang diperkirakan ada pada abad ke-15.

Baca Juga: Raja Salman Ingin Solusi yang Adil untuk Palestina

Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, ikan-ikan yang terdapat di Situ Sangiang merupakan jelmaan dari para prajurit Talaga Manggung.

Karena kepercayaan itulah, ikan-ikan di daerah tersebut tidak boleh diambil dan jika mati akan dikebumikan layaknya manusia.

Situ Sangiang adalah legenda, Situ yang diyakini sebagai tempat hilangnya atau tilemnya Sunan Talaga manggung dan Keratonnya ketika dikhianati menantunya Patih Palembang Gunung kira – kira abad ke 15.

Baca Juga: Bagi Bisnis Pemula, Ada Baiknya Perhatikan 8 Tips Sukses Ini

Keberadaan ikan lele yang sekarang sudah mulai langka, menurut kepercayaan adalah merupakan jelmaan para prajurit dan pengawal kerajaan.

Keberadaan ikan tanpa daging yang hidup beberapa tahun kebelakang masih sering kita dengar, sebagai sebuah keajaiban.

Pemandangan disini indah, sejuk terlebih spesies ikan di Telaga Sangiang yaitu Ikan Lele, Ikan Mas, dan Ikan Nila.

Baca Juga: Wisata Religi? Jangan Jauh-jauh, di Majalengka ada 8 Objek Wisata Religi ini

Ikan disini tidak boleh dimakan apalagi ikan lelenya karena itu bukan ikan biasa melainkan ikan jelmaan para prajurit Kerajaan.

Menurut kuncen disana, telaga itu berbentuk Kuali. Pernah ada orang yang meneliti tentang kedalaman talaga ini tapi tidak pernah diketahui kedalamannya. 

Impossible. Tapi itulah faktanya, itu adalah kebesaran Allah SWT. Dan fakta yang lebih menarik lagi air di talaga ini kalau musim hujan airnya akan surut sedangkan di musim kemarau kebalikannya pasti airnya akan melimpah.

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Namun Ingin Berbisnis? sebaiknya coba 7 Peluang Bisnis Ini

Beberapa kejadian tersebut sering dijadikan “tetendon” atau siloka yang bakal terjadi, baik yang mempunyai dampak scope lokal ataupun nasional, misalnya tentang ketinggian air.

“Debit air di Situ Sangiang suka dijadikan “tanda” datangnya dua musim yang berbeda, yaitu musim kemarau dan musim penghujan, biasanya menjelang musim kemarau tiba, ketinggian air akan bertambah bahkan sampai masuk menjangkau bangunan tembok, anjungan yang berada di tepi Situ.

"Sementara pada musim penghujan tiba, volume air justru berkurang alias surut.  Walau secara ilmiah belum  dibuktikan kebenarannya. Begitupun “rumput ilat” yang menutup hampir sebagian Situ, dan sering dijadikan tanda terjadinya sebuah peristiwa” kata abah Mustofa.

Baca Juga: Pertamina Apresiasi Insan Pers lewat Ajang AJP 2020

Ada satu hal yang tak boleh dilewatkan tentang pemandangan yang begitu menakjubkan yaitu dimana disana terdapat 5 pohon tetapi pucuknya menyatu.

Banyak yang abah Mustofa ceritakan, mulai dari tata cara mandi di Situ Sangiang seperti memakai kain putih, batas mandi dalamnya hanya sepinggang, dan pelaksanaan kebersihan oleh tujuh kuncen setiap satu minggu sekali pada hari Senin yang disebut “nyapu”.

Baca Juga: Dana Bergulir PEN untuk Koperasi Rp670 Miliar

Semua kuncen melaksanakan tugasnya mulai masuk jalan keramat sampai dipertigaan tiga orang melaksanakan kebersihan ke Makam Keramat berikut didalam keramatnya, sedangkan yang empat orang melaksanakan kebersihan jalan yang menuju Situ Sangiang.

“Barangkali adik ingin mandi dan berziarah mangga, tapi harus memakai kain putih dan ritual serta izin pak kuncen dulu” pak Mustofa memberi penjelasan.***

 

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x