Piring terus berganti piring, Hafidz terus mengiris ketupat tanpa henti, hingga pada akhirnya dia dibuat terperangah takjub.
Meski terus diiris, ketupat itu tidak kunjung habis. Sampai semua tamu undangan kebagian semua, ketupat masih ada sisanya.
Karomah Nyai Romlah ini mirip dengan karomahnya sang kakek yaitu Syaikhona Kholil, ketika beliau masih menuntut ilmu.
Syaikhona Kholil pernah disuruh gurunya untuk menyiapkan gula Madura dan menyuruh santri yang lain untuk mengambilnya dikamar beliau.
Gula yang katanya sedikit itu tidak habis-habis meski berkali-kali diangkut oleh santri dari kamarnya.
Demikian kisah Wali Perempuan dari Bangkalan. Wallahu alam bissowaab.***