Sejarah Islam Banten, Sudah Ada Sebelum Sultan Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati Datang Membawa Islam

11 Oktober 2022, 13:43 WIB
Sejarah Islam Banten, Sudah Ada Sebelum Sultan Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati Datang Membawa Islam. /YouTube Penerus Para Wali

PORTAL MAJALENGKA – Islam di pulau Jawa khususnya wilayah bagian barat tidak bisa lepas dari nama Sunan Gunung Jati dan salah satu putranya yaitu Sultan Hasanuddin yang menjadi raja pertama kerajaan Banten.

Sunan Gunung Jati yang merupakan cucu prabu Siliwangi dari nyimas Rara Santang, datang ke pulau Jawa untuk menyebarkan Islam, khususnya di wilayah Cirebon dan sekitarnya.

Syiar Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati dikatakan sukses, sebab semenjak beliau menguasai Cirebon, beliau mampu mendirikan kerajaan Cirebon yang dulunya ada di bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran.

Baca Juga: Kuliner Sambal Mak Yeye di Surabaya Ramainya Pecah, Padahal Cuma Telor Ikan Pari dan Tempe

Semenjak Islam sudah menyebar luas di wilayah Cirebon, Sunan Gunung Jati memiliki misi untuk menyebarkan Islam di tanah Banten yang saat itu masih di bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran.

Dalam catatan sejarah, saat itu keberadaan Pajajaran sedang melemah, sehingga Cirebon bekerja sama dengan Demak untuk menaklukkan Banten dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan Sunan Gunung Jati.

Upaya Sunan Gunung Jati yang bekerja sama dengan kerajaan Demak ternyata menuahkan hasil manis. Banten takluk dan menjadi salah satu wilayah kekuasaan Sunan Gunung Jati dan berubah menjadi kawasan Islam.

Baca Juga: Cerdas! Meski Kehujanan Baju Abu Nawas Tidak Basah

Namun, apakah benar, Islam Banten ada sejak datangnya Sunan Gunung Jati. Ternyata dalam salah satu catatan sejarah, Islam di Banten sudah ada sejak sebelum Sunan Gunung Jati datang dan putranya yang bernama Sultan Hasanuddin.

Pakar sejarah, Tome Pires mengatakan bahwa Bandar Banten sudah berperan dalam menyebarkan Islam sebelum adanya kesultanan Banten yang dipimpin Sultan Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati.

Menuru Tome Pires, ketika itu di Cimanuk, bandar Kerajaan Suṇḍa yang paling timur, sudah banyak berdiam orang yang beragama Islam.

Baca Juga: Kuliner Warung Khas Pekalongan di Tanah Abang, Setiap Jam 5 Sore Diserbu Warga

Tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka itulah yang oleh Carita Parahyangan dianggap sebagai orang-orang yang merasa hidupnya tidak tenteram karena melanggar ajaran Sanghyang Siksa.

Namun yang jelas, sebegitu jauh dapat diperkirakan bahwa pada awal abad ke-16 itu pengaruh Islam belum sampai ke pusat Kerajaan Suṇḍa, sebagaimana antara lain diberitakan Carita Parahyangan, “…mana mo kadatangan ku musuh ganal, musu(h) alit …” yang artiya “karena tidak terdatangi oleh musuh kasar (dan) musuh halus”.

Musuh kasar adalah balatentara, sedangkan musuh halus adalah tersebarnya kepercayaan atau agama baru yang sama-sama dapat menyebabkan terjadinya perubahan.***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam

Tags

Terkini

Terpopuler