PORTAL MAJALENGKA - Diceritakan terjadi dialog tingkat tinggi antara Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga terkait ajaran hakekat.
Sunan Kalijaga adalah anggota Walisongo yang juga pernah berguru kepada Sunan Gunung Jati
Syekh Siti Jenar adalah ulama kontroversi karena menganut ilmu menyatu dengan Tuhan atau Manunggaling kawulo Gusti.
Baca Juga: KISAH WALI ALLAH yang Setiap Hari Pergi ke Tempat Pelacuran dan Beli Minuman Keras
Ilmu tasawuf Manunggaling Kawulo Gusti itu diajarkan Syekh Siti Jenar ke murid secara umum sehingga menimbulkan pro kontra.
Ilmu tasawuf yang dianut Syekh Siti Jenar adalah tingkat keimanan yang cukup tinggi.
Karena mencapai ilmu hakikat yang jarang bisa dipahami banyak orang.
Baca Juga: KERAMAT WALI CIREBON! Sumur Pitu Sunan Gunung Jati dan Walangsungsang Pewaris Prabu Siliwangi
Orang yang mendalami kalimat 'Laa ilaha illallah' secara intensif pasti akan menuju ilmu hakikat.
Demikian disampaikan KH Bahaudin Nursalim atau Gus Baha dalam ceramahnya yang diunggah kanal Youtube Sekolah Akhirat, pada 24 Juni 2020,
Menuju ilmu hakikat pasti mengalami hakikat yang khoyali, hakikat yang khoyali ini mulai menipu.
Gus Baha dari kitab yang pernah dibaca menceritakan sebuah perdebatan Sunan Kalijaga dengan Syekh Siti Jenar.
Pada saat itu hadir pula Sunan Bonang.
Syekh Siti Jenar: Kamu sujud pakai apa?
Sunan Kalijaga: Menggunakan jasad.
Syekh Siti Jenar: Daging kamu itu hanya onggokan daging, nanti jadi bangkai dan setelah itu habis.
Nanti kamu ditulis Tuhan tidak termasuk yang sujud karena dahi yang kamu pakai itu habis,
Mendengar jawaban menohok itu membuat Sunan Kalijaga berpikir.
Lalu Syekh Siti Jenar menjelaskan bahawa sujud itu hakikatnya tidak butuh dahi tidak perlu tangan namun ruh itulah yang sujud.
Inilah tingkat keimanan yang tinggi namun tidak bisa dicontoh oleh sembarang orang.
Menurut Gus Baha, selama ini orang syariat jika ada orang mati, berarti kembali ke Allah.
Sedangkan menurut orang hakikat salah besar, orang mati itu tidak ada.
Selama ini ruh seseorang tersiksa karena terjebak dalam dunia fisik yang fana ini.
Ruh orang tersiksa di alam fisik, karena ketemu jasadnya orang itu. Dia tersiksa dia, setiap mau makan saja harus kerja dan lain sebagainya.
Karena ruh itu tidak butuh makan, minum, menikah dan segala kebutuhan duniawi.
Namun karena hidup bersama jasad di dunia inilah yang membuatnya tersiksa.
Oleh karenanya, sejatinya orang mati itu bukan hilang ruhnya, namun ruh tadi kembali ke habitatnya yang kekal.
Keyakinan itu diyakini betul oleh orang wahdatil wujud.***