Network
PORTAL MAJALENGKA - Ketika Sri Prabu Suraprabhawa mangkat (wafat) pada 1396 Saka atau 1474 Masehi, Bhre Kertabhumi mengangkat diri sebagai Maharaja Majapahit satu-satunya.
Tetapi tindakan Kertabhumi itu ditentang oleh keturunan Sri Prabu Kertawijaya dan para adipati pesisir muslim yang diangkat oleh Sri Prabu Hyang Purwawisesa dan Sri Prabu Suraprabhawa.
Saat itu, di Majapahit terdapat dua orang raja. Yang pertama, Bhre Kertabhumi yang berkuasa di Wilwatikta.
Baca Juga: Perang Paregreg, Perselisihan Suksesi Perebutan Takhta Penyebab Kemunduran Majapahit
Yang kedua, Dyah Ranawijaya putera Sri Prabu Suraprabhawa Singhawikramawarddhana yang
menggunakan gelar Abhiseka
Girindrawardhana.
Bhre Kertabhumi hanya berkuasa kurang dari empat tahun. Sebab, pada tahun Saka 1400/1478 Masehi, Dyah Ranawijaya Girindrawardhana membawa pasukan besar untuk menyerang Majapahit (yuddha lawaning Majapahit).
Merebut kembali kekuasaan dari tangan Bhre Kertabhumi. Dalam peristiwa serangan itu, Kitab Pararaton menyatakan Bhre Kertabhumi yang masih terhitung paman dari Bhre Prabu itu terbunuh di kedaton pada tahun Saka 1400.
Baca Juga: Kisah Romantisme Gus Dur dan Langit, Hujan Berhenti Saat Gus Dur Datang
"Pamunsu Bhre Krtabhumi, kapernah paman, bhre prabu sang mokta ring kadhaton i saka sunya nora yuganing wong" tulis dalam Kitab Pararaton.
Sumber dari Pararaton ini sejalan dengan sumber dari Serat Kandha yang menyebut peristiwa kehancuran ibukota Majapahit akibat serbuan
Girindrawardhana itu terjadi pada tahun Saka 1400 yang ditulis dalam candrasengkala. "Sirna-ilang-kertaning-bhumi."
