PORTAL MAJALENGKA - Selama di Baghdad Irak, Gus Dur mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dibanding saat menempuh oendidikan di Mesir.
Di kota seribu satu malam ini Gus Dur mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir. Dimana Gus Dur kembali bersentuhan dengan buku-buku besar karya sarjana orientalis Barat. Dia kembali menekuni hobinya secara intensif dengan membaca hampir semua buku di universitas.
Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah.
Baca Juga: Pengembaraan Gus Dur Menempuh Pendidikan ke Mesir dan Irak, Bosan Belajar Lari ke Perpustakaan
Gus Dur juga menggeluti ajaran Imam Junaid al Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU.
Di sinilah Gus Dur menemukan sumber spiritualitasnya. Kondisi politik yang terjadi di Irak ikut mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur pada saat itu. Kekagumannya pada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya kepada Saddam Husain sebagai salah satu tokohnya menjadi luntur ketika syekh yang dikenalnya, Azis Badri tewas terbunuh.
Selepas belajar di Baghdad, Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat utamanya dalam bahasa –misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-- tidak dapat dipenuhinya.
Akhirnya yang dilakukan Gus Dur adalah melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya.